Umat Kristen yang tinggal di Gaza hanya berjarak 73 km dari Betlehem, tetapi tidak mungkin bagi sebagian besar dari mereka untuk merayakan Natal di tempat Yesus dilahirkan. Menurut AsiaNews, pemerintah Israel sekali lagi menolak ratusan permintaan visa yang disampaikan oleh Gereja-Gereja Ortodoks Yunani dan Katolik tahun ini.
Suzy dan Samer adalah pasangan muda dari Gereja Ortodoks. Susy berusia 22 tahun dan Samer 30 tahun. Pasangan itu masuk dalam larangan perjalanan untuk menghadiri pesta keagamaan dan mengunjungi kerabat yang tinggal di Tepi Barat bagi warga Palestina berusia antara 16 dan 35 tahun. Meskipun ditolak, mereka sudah bertahun-tahun mengajukan permintaan untuk pergi ke Betlehem.
Ketika diwawancarai oleh surat kabar online Al -Monitor, Suzy mengatakan, “Kami berharap melewatkan Natal di Gereja Kelahiran Yesus. Tapi tampaknya tidak mungkin. Sangat sedikit terasa suasana pesta di sini di Gaza karena situasi ekonomi dan terbatasnya keleluasaan untuk perayaan itu.” Samer menambahkan, “impian setiap orang Kristen adalah menghabiskan liburan di Bethlehem. Secara geografis, kami dekat sekali dengan kota itu, tapi tidak mungkin pergi ke sana.”
Uskup Alexios dari Gereja Ortodoks Yunani mengatakan, “ Saya sudah tinggal di Gaza selama 12 tahun. Saya telah menyaksikan semua perang dan saya sekarang menjadi saksi blokade keras yang dikenakan kepada kota dan penduduknya. Saya meminta penguasa dunia untuk mengizinkan warga Jalur Gaza (Palestina) untuk masuk keluar secara normal.”
Setiap tahun, lanjut uskup itu, Gereja menyerahkan permintaan, tetapi bukan dia yang harus memberikan izin. Dia yakin, masalah utama terletak pada perang antara Israel dan Palestina, yang menyebabkan blokade dan situasi yang sebagian besar mempengaruhi kaum muda.
Jabr al-Jaldeh, kepala hubungan agama Gereja Ortodoks Yunani di Gaza, mengatakan bahwa ribuan orang Kristen dari semua denominasi telah meminta izin untuk melakukan perjalanan ke Betlehem melalui Patriarkat Yerusalem pada tanggal 7 Januari. Beberapa orang sudah mendapat visa, tetapi 214 orang muda ditolak karena usia mereka berkisar antara 16 dan 35 tahun.
Untuk tahun 2013, pemerintah pimpinan Hamas memberikan beberapa kelonggaran untuk orang Kristen, yakni mengizinkan mereka menghias beberapa toko dan mendirikan pohon Natal di kota yang hari-hari ini dilanda banjir dahsyat yang menggenangi sebagian besar Jalur Gaza. Namun, perayaan-perayaan yang diijinkan terbatas pada perayaan sekuler, sementara pesta keagamaan terbatas di gereja-gereja.
Pasangan Katolik, Lisa al-Souri, 20, dan suaminya Tarek, 27, merayakan Natal terakhir mereka di Betlehem lebih dari 10 tahun lalu. Namun, kini Lisa mengamati bahwa merayakan Natal di Gaza sendiri juga sulit.
“Tahun 2005, pohon besar dihiasi lampu-lampu didirikan di pusat kota dan semua orang ikut dalam perayaan-perayaan itu. Sayangnya, sudah sekitar delapan tahun suasana seperti ini. Ini delapan tahun lalu. Alih-alih ingin pergi ke Betlehem dan merayakan di sana, saya ingin merayakan sebagai seorang Kristen di sini di Gaza dengan umat yang tertinggal di sini, seperti yang kita lakukan di masa lalu,” kata Lisa.***
Keterangan foto, yang pertama adalah tempat yang diyakini sebagai tempat lahirnya Yesus yang berada di dalam Gereja Kelahiran Yesus (gambar kedua) dan Perayaan Natal di Gaza (ketiga)