“Tahun 2014 adalah Tahun Kejujuran yang memberi pilihan kepada rakyat Indonesia atas dua pilihan antara kejujuran atau kebohongan, kepahlawanan atau pengkhianatan, pemimpin yang dikehendaki rakyat atau karena uang yang berbicara.”
Seruan itu disampaikan oleh Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dalam siaran pers yang ditandatangani oleh Ketua Presidium Pusat ISKA Muliawan Margadana dan Sekretaris Jenderal ISKA Prasetyo Nurhardjanto untuk menyambut Tahun Kejujuran 2014.
Selain itu, ISKA mengeluarkan empat seruan untuk KPK, rakyat Indonesia, dan KPU. KPK diminta untuk “segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi yang ada dengan kejujuran agar pemilu legislatif dan pemilihan langsung presiden dapat berjalan dengan bersih dan mendapat kepercayaan dari rakyat.”
Sementara itu, seluruh rakyat Indonesia didorong untuk “tidak memberi kesempatan atas terjadinya politik uang,” dan diminta untuk “secara aktif terlibat dalam mengawasi para caleg yang tidak bersih dalam memenuhi syarat pencalegan (seperti ijazah palsu, politik uang dan lain-lain).”
KPU dan Bawaslu serta lembaga terkait diminta untuk “benar-benar menjamin terselenggaranya pemilu secara jujur, baik dan bermartabat demi terpilihnya pemimpin bangsa yang mampu membawa keluar Indonesia dari keterpurukan.”
Tahun 2013, menurut ISKA adalah Tahun Pengkhianatan saat berbagai kejahatan korupsi dilakukan oleh penyelenggara negara, pemimpin bangsa, tokoh partai dan kepala daerah dibongkar oleh KPK. Korupsi baik pribadi dan secara bersama-sama, tulis siaran pers itu, adalah “pengkhianatan atas Pancasila, UUD 1945 dan negara dengan melanggar sumpah, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.”
Sebutan Tahun Pengkhianatan, menurut ISKA, sangatlah pas dan sekaligus tepat terutama ketika benteng terakhir supremasi hukum Indonesia yakni Mahkamah Konstitusi (MK) juga dilanda korupsi. “Sekalipun oleh pejabat MK lainnya dikatakan bahwa kejahatan korupsi di MK adalah kejahatan tunggal, sebenarnya supremasi hukum adalah tanggung jawab sembilan hakim konstitusi.”
Tahun 2014, tulis siaran pers itu, haruslah menjadi tahun harapan sebagai Tahun Kejujuran dengan berbagai dimensinya. “Pembongkaran kasus-kasus korupsi di satu sisi memang bermuatan negatif karena membuktikan terjadinya penyalahgunaan wewenang serta kekuasaan demi kepentingan pribadi.”
Namun di sisi lain, lanjutnya, “pembongkaran korupsi itu secara positif akan menguji kejujuran para pelaku korupsi dan para penegak hukumnya pada tahun depan dalam menyelesaikan kasus yang ada. Kasus korupsi yang terbongkar pada Tahun Pengkhianatan ini akan diuji tingkat kejujurannya pada tahun 2014.”
Dikatakan, “Jika kita sama-sama setuju dengan mengatakan bahwa tahun 2014 memiliki nilai strategis dalam menentukan pemimpin bangsa, masa depan bangsa dan negara Indonesia setelah keterpurukan ini, tidak ada lain kecuali kejujuran yang harus dikedepankan dalam kehidupan politik 2014.”
ISKA berharap agar para pelaku korupsi yang tertangkap harus memilih antara kejujuran atau kebohongan demi masa depan hidup dirinya dan keluarga yang berdampak pada masa depan bangsa. “Pilihan atas penyelesaian kasus korupsi yang terungkap adalah kejujuran.”
Selain itu, menurut ISKA, semua orang harus mencegah terulangnya keterpurukan Indonesia yang mengabaikan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. “Rakyat Indonesia harus menghentikan perilaku para pengkhianat bangsa dan negara karena menempatkan rakyat dan masyarakat dalam situasi berbahaya, tidak terlindungi dan bahkan menjadi korban.”***