Kerasulan dalam bidang politik merupakan suatu evangelisasi baru. “Mereka yang bergerak di ranah politik atau ranah pejabat publik, adalah evangelis-evangelis dalam arti memperluas Kerajaan Allah atau memperluas kebenaran, keadilan, kejujuran, dan kesejahteraan.”
Staf Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (Kerawam KWI) Paulus Krissantono mengatakan hal itu dalam Dialog Kebangsaan dan Kerasulan Politik di Wisma Nazaret Semarang baru-baru ini.
Menurut Krissantono, Gereja memiliki komitmen dan kepedulian di bidang sosial politik dengan cara mempersiapkan umat Katolik menyongsong momentum-momentum kenegaraan seperti pemilu. “Itu juga menandakan bahwa Gereja sudah mempunyai atensi dan kepedulian terhadap kerasulan politik,” kata mantan anggota legislatif masa Orde Baru itu.
Gereja berharap kepada para calon pejabat publik yang akan duduk di legislatif, yudikatif, maupun eksekutif supaya lebih menekankan komitmen tidak semata-mata mencari kekuasaan, kata Krissantono seraya menegaskan bahwa kekuasaan bukan merupakan tujuan.
Selain Krissantono, dialog yang digelar oleh Penghubung Karya Kerasulan Keuskupan Agung Semarang (PK4AS) menghadirkan Trias Kuncahyono, yang mengibaratkan panggilan berpolitik orang Katolik seperti kesediaan Bunda Maria waktu menerima kabar gembira, “Terjadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
Berkat kesediaan Maria, katanya, Allah hadir di dunia melalui inkarnasi Yesus dan merasul dalam bidang politik juga menjadi sarana kehadiran Allah. “Ketika seseorang memasuki dunia politik, ada beberapa tantangan yang mesti digumuli yakni Pancasila, dialog antaragama, korupsi, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan konsumerisme,” kata Trias.
Sekitar 50 perwakilan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Ikatan Sarjana Katolik (ISKA), Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), Komunitas Roda Gendeng, dan sejumlah pegiat kerasulan politik baik dari Keuskupan Agung Semarang maupun Keuskupan Purwokerto hadir dalam acara tanggal 23-24 November 2013 itu.
Ketua PK4AS Pastor Raymundus Sugihartanto Pr mengatakan pertemuan itu bertujuan untuk melakukan sinergi dengan berbagai kelompok kerasulan kemasyarakatan dan politik khususnya menghadapi Pemilu 2014 yang akan datang. “Karena kalau bekerja sendiri, setiap ide yang baik tidak akan bisa berjalan optimal hasilnya. Maka, dengan makin sinergi seperti ini, lalu kita berharap untuk bisa mengelola suatu ide yang baik,” katanya.
Dengan pertemuan itu, Pastor Sugihartanto berharap Gereja bisa menanggapi setiap perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dan bangsa, agar “kehadiran Gereja menjadi sungguh-sungguh signifikan dan relevan di dalam peristiwa-peristiwa yang berkembang.” Imam itu juga berharap agar peserta mensosialisasikan perkembangan kehidupan bermasyarakat dan berpolitik yang kontekstual yang diterima dari dialog itu di komunitas masing-masing.
Menurut Krissantono, Pemilu 2014 akan diwarnai tantangan seperti hadirnya para pemilih muda dan gejala golput. Gejala buruk yang selama ini terjadi adalah munculnya rasa bosan atau emoh berpolitik. “Itu terbukti dari pilkada-pilkada ini kan banyak yang golput,” katanya.
Untuk meminimalkan golput, menurut Pastor Sugihartanto, harus dicari cara supaya umat memperoleh kekuatan kembali untuk bangkit, menghargai demokrasi dan berani berjuang untuk memperjuangkan apa yang baik dan benar. “Caleg pun harus mendidik masyarakat dengan menampilkan diri apa adanya dan berani untuk sungguh-sungguh berjuang secara demokratis,” tegas imam itu.***