Oleh Markus Marlon
Dalam Vatican Insider, 19 September 2013, Paus Fransiskus menyampaikan nasihatnya kepada para uskup baru yang berkumpul di Sala Clementina, Istana Vatikan. Yang patut disimak dalam nasihatnya yaitu: uskup harus berjalan bersama dengan umatnya dan semua orang yang berpaling kepadanya seraya berbagi kegembiraan dan harapan, kesulitan dan penderitaan, sebagai saudara dan teman dan lebih lagi sebagai ayah, yang bisa mendengarkan, mengerti, membantu dan mengarahkan. Berjalan bersama mengandaikan kasih dan pelayanan kita adalah pelayanan kasih, yang menurut Agustinus (354-430) dipandang sebagai officium amoris.
Pelayanan kasih, officium amoris bagaikan kata sakti dalam kehidupan menggereja. Para pemimpin Gereja menyebut dirinya sebagai pelayan (servus, bhs Latin) dan tidak sangsi lagi kita sering mendengar ungkapan, “Servus servorum Dei” yang berarti abdi dari para abdi Tuhan. Sebutan kehormatan untuk seorang Paus, Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik yang hidup dan tugasnya hanya untuk melayani umatnya. Dan tak pelak lagi bahwa pelayanan mereka penuh kasih. Dan ini nyata-nyata dapat kita lihat dalam beberapa ordo atau kongregasi yang menggunakan nama caritas (cinta kasih). Ini semua hendak menunjukkan bahwa “kerja” dalam Gereja itu harusnya tanpa pamrih, tulus dan kata-kata indah lainnya. Dan kayaknya tidak terlalu sopan kalau menulis “kerja” bagi para petugas gereja yang seharusnya ditulis “pelayanan.” Misalnya, pastor paroki A bekerja siang-malam untuk umatnya. Khan lebih enak didengar, pastor paroki B melayani siang-malam untuk umatnya.
Mungkin kita agak kurang familiar dengan sebutan officium yang diartikan sebagai pelayanan. Sebaliknya, kita sering mendengar kata service atau ministry yang bermakna pelayanan. Meskipun demikian, kita hendak menelusuri makna dari officium itu sendiri.
The office yang berarti kantor berasal dari bahasa Latin officum. Kantor itu sendiri berasal dari bahasa Perancis, yakni comptoir, yang berarti tempat atau ruangan untuk menghitung-hitung, atau dari Bahasa Belanda yakni kantoor. Ketika orang datang ke kantor atau office, tentu mereka akan dilayani dengan baik.
Makna officium semakin “terang-benderang” ketika saya menelusuri Kamus Kata Serapan tulisan Surawan Martinus. Kata officium itu berasal dari kata of berarti keramahan dan ficium – facere berarti melakukan. Jadi yang namanya kantor itu sudah layak dan sepantasnya menjadi tempat yang penuh keramahtamahan. Bandingkan The Hospital (hospitality: keramahtamahan) untuk Rumah Sakit. Orang yang sakit maupun orang yang datang di kantor adalah mereka yang perlu diterima dengan tangan terbuka.
Sekarang, marilah kita tengok kantor-kantor paroki kita. Kantor paroki lebih dikenal dengan nama kantor sekretariat paroki. Biasanya ada dua atau tiga karyawan bekerja di sana. Para karyawan sudah bertahun-tahun bekerja di sana dan pastor parokinya ganti gilir-gumanti. Pastor paroki yang barangkali masih muda dan belum pengalaman sudah menjadi ketua Dewan Paroki ex-officio (karena jabatannya). The king may reign but the civil service governs – Presiden memang presiden tetapi negara diurus oleh pegawai. Tetapi di pihak lain, – ada beberapa dan tidak semua – para pegawai yang seolah-olah menjadi pemilik paroki. Umat yang hendak nikah, minta surat baptis malah dipersulit dan dibuat berbelit-belit. Kantor yang seharusnya menjadi officium amoris (pelayanan yang penuh kasih dan ramah) malah menjadi pelayanan a la birokrasi. Wallahualam bissawab, dan Allah Yang Mahatahu sesungguhnya.***