Menanggapi Fokus Pastoral 2013 Keuskupan Bandung ”Solidaritas Sosial: Pemuliaan Martabat Manusia dan Pemulihan Keutuhan Ciptaan,” umat Paroki Salib Suci Purwakarta bekerja sama dengan Gerakan Pemuda (GP) Ansor Purwakarta mengadakan Pesta Rakyat bagi warga pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cikolotok di Desa Margasari, Pasawahan, Kabupaten Purwakarta.
Kepala Paroki Purwakarta Pastor Yustinus Hilman Pujiatmoko Pr beserta kepala desa dan jajaran keamanan Margasari membuka acara itu dengan tiga kali membaca tema pesta rakyat atau bakti sosial yang ditulis dalam bahasa Sunda “Urang Sadaya Saderek Sadulur” (kita semua satu saudara).
Warga desa pun mulai menikmati berbagai hiburan band dari Paroki Purwakarta yang menampilkan dua penyanyi dangdut dari Purwakarta. Dengan hiburan lagu-lagu itu, nampak warga berjoget sementara yang lain asyik berbelanja paket sembako dan pakaian layak pakai.
Selain hiburan band, Paroki Purwakarta mengisi acara siang yang dimulai pukul 13.00 di hari Sabtu 31 Agustus 2013, dalam suasana HUT Kemerdekaan RI ke-68 itu, dengan bazar murah, lomba, door prize dan bingkisan pendidikan bagi anak sekolah, sementara di malam hari GP Ansor Purwakarta menampilkan marawis (musik band tepuk), serta memberikan ceramah rohani dan pengajian.
Ibu-ibu dari koperasi di paroki itu menjual 120 paket sembako berisi minyak sayur, susu, gula, kopi dan mie instan, yang sebenarnya berharga 41.000 rupiah, dengan harga 25.000 rupiah, yang kemudian diturunkan menjadi 20.000 rupiah, dan pakaian layak pakai yang merupakan sumbangan dari umat paroki seharga 5000 rupiah untuk tiga buah, kemudian di sore hari diturunkan menjadi 1000 rupiah per buah. Paket sembako habis terjual. Pakaian yang tidak terjual dibagikan gratis kepada yang menginginkan.
Menurut Wakil Ketua DPP Purwakarta FX Suwito, hasil penjualan sembako dan pakaian itu akan disumbangkan untuk desa itu, khususnya untuk mesjid di desa itu.
OMK Paroki Purwakarta mengajak anak-anak, remaja, kaum muda dan orangtua bergembira lewat lomba bakiak, sarung ajaib, dan tebak kata. Anak-anak TK hingga SMP mendapat hadiah buku-buku dan alat-alat tulis lain. Bahkan penonton terheboh mendapat door prize berupa kemeja dan sarung.
Kepala Desa Margasari Ojja menyambut baik bazar murah itu. Dia melihat acara, yang dipandu oleh wakil-wakil OMK Purwakarta, Marliana Puspita Purba dan Yosep Copertino Frendi Ehfanto, sebagai “suatu kegiatan antaragama yang perlu mendapat apresiasi.”
Pastor Hilman menjelaskan bahwa tahun lalu Paroki Purwakarta sudah datang ke TPA itu menggelar acara sederhana. “Bersama kepala desa yang lalu, kita sepakati mengadakan acara ini, kumpul bersama para pemulung dan warga di sini dalam kebersamaan. Syukur, hari ini Gereja Katolik datang kembali. Semoga kebersamaan ini terus kita jaga, sehingga Urang Sadaya Saderek Sadulur.”
Para pembeli yang ditemui PEN@ Indonesia bersyukur dan berterima kasih untuk paket sembako yang katanya murah dan baju layak pakai dengan harga murah yang katanya banyak yang masih bagus, apalagi hiburan yang mereka katakan “baru pertama kali terjadi di desa ini.”
Kepala RW V Desa Margasari, Kodir, yang sudah 30 tahun tinggal di desa itu dan sudah tiga tahun menjalankan tugas itu membenarkan. “Baru kali ini acara seperti ini dilaksanakan di sini,” padahal sebagian besar dari 250 warganya bekerja sebagai pemulung dan petani membutuhkan hiburan.
“Sebagai pemulung mereka berpenghasilan sekitar 35 ribu sehari, tapi yang pemula hanya 10 ribu per hari, jadi sulit bagi mereka mencari hiburan di kota yang berjarak 6 kilometer dengan menaiki ojek seharga 15 ribu sekali jalan, karena tidak ada transportasi umum masuk desa ini,” katanya.
Dia mengaku warganya senang dengan bazar, hiburan dan siraman rohani. ”Semua itu bermanfaat. Bahkan, meski paket sembako dan pakaian dijual, harganya murah dan sebagian hasilnya dikembalikan untuk pembangunan desa ini,” katanya.
Kodir senang melihat anak-anak mendapat peralatan tulis, tapi dia berharap agar ada sekolah di desa itu. Memang PAUD sudah ada, tetapi anak-anak SD harus berjalan 3 kilometer untuk mencapai sekolah dan SMP terletak 5 kilometer dari desa itu.
Truk-truk pengangkut sampah bolak-balik melewati halaman kantor TPA, tempat acara berlangsung. Sudah 10 tahun TPA itu dibangun. Sudah juga 10 tahun warga desa itu, termasuk pendatang dari Indramayu dan Cirebon, yang numpang hidup di desa itu menimba keuntungan dari TPA itu.
Namun, katanya, di saat yang sama warga desa itu kini menanggung dampak buruk kesehatan akibat polusi udara. “Dulu ada rencana pembangunan puskesmas, tapi tidak ada sampai sekarang. Seharusnya ada puskesmas gratis di sini. Kami sudah diminta, tapi belum ada,” harap Kodir.***