Selasa, 14 Juni 2016

0
2725

16-Juni-KWI-R-702x336

PEKAN BIASA XI (H)
Santo Metodius; Beato Gerardus; Elisa, Nabi.

Bacaan I: 1Raj. 21:17-29

Mazmur: 51:3-4. 5-6a. 11. 16; R:lh. 3a

Bacaan Injil: Mat. 5:43-48

Dalam khotbah di bukit, Yesus berkata: ”Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar. Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna.”

Renungan

Tuhan Yesus tak henti-hentinya menghadirkan pengajaran yang sepertinya mengobrak-abrik kebiasaan dan pemahaman yang lazim dari para pendengar-Nya. Perihal relasi dengan sesama manusia, Tuhan Yesus menegaskan: Kasihilah musuhmu dan berdoalah untuk mereka yang membencimu. Siapakah musuh? Predikat musuh dikenakan kepada orang lain yang melukai dan menyebabkan rasa sakit dan penderitaan dalam diri kita. Yang lazim adalah membenci orang tersebut, karena bukankah yang menyakitkan itu patut dibenci? Mengasihi musuh sama saja membiarkan dia mengobrak-abrik kehidupan kita, bukan?

Lantas apa maksud Yesus berbaik-baiklah dengan musuh, bahkan mendoakan mereka? Kita perlu mengingat satu hal, bahwa kita diciptakan baik adanya. Musuh ada karena gagalnya diri kita membangun sebuah relasi yang baik. Relasi yang baik pasti tak akan menciptakan musuh. Mendoakan musuh adalah sebuah upaya mereparasi diri kita agar kita pun tidak punya kesempatan memusuhi orang lain. Doa kita pun bertujuan agar mereka yang dianggap musuh itu juga dianugerahi ruang kesadaran dan pertobatan untuk memperbaiki diri. Itulah lebihnya menjadi pengikut Kristus. Jika semua orang menghidupi apa yang lazim, maka menjadi pengikut Kritus harus berbuat lebih dari itu: Kita harus mampu melampaui kelaziman. Jika demikian maka kita memiliki nilai plus dalam hidup. Dengan berbuat lebih, kita tidak lagi memiliki waktu untuk menghitung kebaikan yang telah kita perbuat. Dengan kata lain, kita diajak untuk menghidupi kebaikan tanpa perhitungan. Dan setiap kali harus berbuat lebih baik dari biasanya.

Ya Tuhan, biarlah aku menjadi pribadi yang merdeka, yang bebas dari sikap dendam dan kebencian. Kuatkanlah aku untuk mengampuni dan mendoakan mereka yang sering kali menyakiti hatiku. Amin.

 

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here