26.9 C
Jakarta
Wednesday, April 24, 2024

Tidak ada kasih lebih besar daripada memberikan nyawanya bagi sahabatnya

BERITA LAIN

More

    ??????????????????????

    Kristus tidak memberi hukum atau perintah dari Yang Maha Tinggi untuk dipelajari dan dilaksanakan tetapi memberikan teladan utama, “Supaya kami saling mengasihi sama seperti Aku mengasihi kamu.” (Yoh. 15:12). Bahkan, Yesus telah mengasihi kita sampai sehabis-habisnya hingga mati di atas salib!

    Gambaran itu disampaikan oleh Uskup Agung Makassar Mgr Johannes Liku-Ada’ dalam Surat Gembala Prapaskah 2016. Mengutip Yoh. 15:13, Mgr Liku-Ada’ menegaskan bahwa “tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” Yesus, lanjut uskup agung itu, setia hingga akhir dalam melaksanakan misi-Nya.

    “Kegagalan adalah awal dari sukses” adalah nasehat orang bijak yang sering kita dengar. Namun menurut Mgr Liku-Ada’, Yesus menjadi saksi utama kebenaran ucapan itu. “Kegagalan salib membawa sukses (Kemuliaan Kebangkitan). Yesus mengingatkan, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku” (Mrk. 8:34).

    Berbicara tentang Tema APP Nasional 2016 “Hidup Pantang Menyerah” dalam memperjuangkan kesejahteraan, Uskup Agung Makassar ini menegaskan bahwa satu-satunya dasar dan sekaligus contoh utama bagi umat Kristiani dalam perjuangan seperti itu ialah Yesus Kristus. “Tiada seorang pun pendiri agama, selain Yesus, yang dapat berkata, ‘Aku telah memberikan teladan kepada kami, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat” (Yoh. 13:15).

    Lebih mendalam tentang ‘Memperjuangkan Kesejahteraan Tanpa Henti’, uskup agung itu menegaskan bahwa seorang Kristiani tidak pernah boleh berputus asa dan berhenti berjuang. “Seorang Kristiani harus selalu memiliki harapan. Ia tidak pernah boleh melupakan bahwa penyelamatan dalam Kristus, yang di dalamnya dia terpanggil mengambil bagian, pemenuhannya baru akan terlaksana pada akhir zaman.”

    Maka Mgr Liku-Ada’ mengutip Henri Nouwen yang menegaskan bahwa seorang Kristiani tidak pernah boleh menjadikan hasil-hasil konkret sebagai motif utama kegiatan-kegiatan dalam kehidupan. “Sesungguhnya hidup setiap orang penuh dengan keinginan. Namun pada kenyataannya lebih sering keinginan-keinginan itu tidak terpenuhi, dan karenanya seseorang terus berada dalam bahaya dikecewakan, sakit hati, marah atau tidak peduli; akhirnya dia merasa entah di mana dan bagaimana dia telah dikhianati. Hanya dengan perspektif harapan seseorang dapat mengalahkan sikap konkretisme ini,” tulis surat gembala itu.

    Gabril Marcel, lanjut uskup agung itu, menjelaskan bahwa apa yang oleh banyak orang disebut harapan sebetulnya adalah suatu bentuk dari cara berpikir agar apa yang diinginkan terpenuhi. “Harapan tidak terarah kepada pemberian (baca: hasil konkret), melainkan kepada Dia yang memberikan segala sesuatu yang baik. Kita menginginkan sesuatu, tetapi kita berharap pada. Oleh karena itu yang paling hakiki bagi harapan adalah bahwa orang tidak menuntut jaminan, tidak menetapkan sejumlah syarat untuk tindakannya, tidak meminta tanggungan, tetapi menantikan segala sesuatu dari yang lain tanpa memberi batas pada kepercayaannya.”

    Satu contoh besar dalam hal ini, tegas Uskup Agung Makassar itu, ialah sosok Martin Luther King, pejuang hak-hak sipil kaum Negro di Amerika Serikat. “Dia mendorong kaumnya untuk memperjuangkan hak-hak yang sangat konkret, tempat yang sama di bis dan restoran, hak yang sama dalam Pemilu. Namun dalam pada itu dia tidak pernah menganggap semua itu sebagai nilai yang paling akhir. la selalu melihat lebih jauh daripada hasil-hasil konkret perjuangannya, yaitu masalah lebih besar yang tersangkut: kemerdekaan penuh seorang pribadi. Dan dia bahkan menjadi korban perjuangannya tanpa kekerasan, mati ditembak, tanpa sempat melihat hasil konkret perjuangannya.”

    Martin Luther King adalah seorang Kristiani yang mengalami nasib serupa dengan Yesus, tegas Mgr Liku-Ada’. “Baru sekitar setengah abad kemudian hasil perjuangannya memuncak secara simbolis dan nyata dengan terpilihnya Barack Obama, seorang peranakan Negro, menjadi Presiden AS pada tahun 2008.”

    Uskup Agung Makassar itu berharap agar dalam menjalani Masa Prapaskah, umatnya mendasarkan diri pada dan meneladani Yesus Kristus Tuhan kita, “yang dengan tekun, ulet, sabar dan setia hingga akhir dalam karya penyelamatan umat manusia!”(pcp)

     

    Artikel sebelum
    Artikel berikut

    RELASI BERITA

    Tinggalkan Pesan

    Please enter your comment!
    Please enter your name here

    - Advertisement -spot_img

    BERITA TERKINI