Dialog kehidupan, penekanan Gereja Katolik dalam toleransi umat beragama

0
14642

oke pastor agus

Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (HAK KWI) Pastor Agustinus Ulahayanan Pr mengatakan bahwa dalam hal toleransi antarumat beragama di Indonesia, Gereja Katolik lebih menekankan dialog kehidupan, “artinya bukan hanya pada tataran konsep, melainkan berdialog dalam hidup nyata, interaksi nyata, dan pekerjaan bersama.”

Masalah yang sering muncul, jelas imam dari Keuskupan Amboina itu, adalah persoalan sosial, ekonomi bahkan politik. “Maka tidak ada cara lain untuk menyelesaikannya selain dengan dialog kehidupan secara nyata,” kata Pastor Ulahayanan kepada PEN@ Katolik saat halal bihalal bertajuk “Indahnya Kebersamaan” di sebuah hotel di Jakarta, 26 Juli 2015.

Acara, yang digagas oleh Perhimpunan Indonesia untuk Keagamaan dan Kebudayaan dengan ketuanya Paiman Mak, itu dihadiri sekitar 2000 orang termasuk para tokoh agama Islam, Katolik, Protestan, Buddha, Hindu dan Khonghucu.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin hadir dalam acara itu. Selain Pastor Ulahayanan, hadir juga Sekretaris Eksekutif KWI dan Direktur Kantor Waligereja Indonesia (Kawali) Pastor Edy Purwanto Pr, dan ratusan umat Katolik termasuk biarawan-biarawati dari sejumlah kongregasi.

Menurut Pastor Ulahayanan, akar dan persoalan intoleransi yang kerap terjadi di Indonesia adalah faktor kemiskinan. “Untuk itu umat Katolik menanggapinya dengan ‘ekonomi pelibatan’. Artinya, umat Katolik  terlibat dan memberikan perhatian dalam program pembangunan tanpa membedakan latar belakang agama,” kata imam itu seraya meminta umat Katolik menghindari cara hidup eksklusif, karena bertentangan dengan iman Katolik.

Dalam wawancara itu, imam itu juga menyarankan agar para tokoh agama menciptakan toleransi yang baik dengan selalu introspeksi apakah cara hidup mereka sesuai ajaran agama yang mereka anut atau tidak, memurnikan dan menguatkan agama secara internal, dan menggunakan agama untuk menyatukan seluruh umat manusia bukan untuk mengorbankan manusia atau umat beragama lainnya.

Berbicara tentang persaudaraan sejati yang menjadi penekanan dalam Gereja Katolik, imam itu berharap agar kerukunan dan kebersamaan dipelihara bersama, dan persaudaraan antarumat beragama ditumbuhkan.

Dalam sambutannya, Din Syamsuddin menyampaikan apresiasi kepada Perhimpunan Indonesia untuk Keagamaan dan Kebudayaan yang menggelar acara itu untuk merintis kebersamaan antarumat beragama di Indonesia, dan untuk mewujudkan toleransi antarumat beragama yang dinodai dengan peristiwa di Tolikara, Papua.

Paiman Mak menegaskan, ia rela menyelenggarakan kegiatan itu untuk merealisasikan toleransi antarumat beragama di Indonesia. “Selama ini toleransi berjalan baik, hanya saja kadang dirusak dengan perbuatan-perbuatan yang kurang bertanggungjawab,” katanya. (Konradus R Mangu)

 

 

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here