Hasan: Suster Gaby tak berniat mengkatolikan, aku bahkan semakin rajin sholat

10
80015

hasan

Hasan, adalah seorang dari 43 anak asuh di Majenang, Jawa Tengah, yang di tahun 2013 mendapat beasiswa dari Suster Gabriela Suyatni OP yang akrab dipanggil Suster Gaby OP saat memimpin sekolah Katolik dengan 255 siswa Muslim dan 16 Katolik (lebih baik membaca wawancara dengan suster itu http://penakatolik.com/2013/06/22/suster-gaby-op-pimpin-sekolah-katolik-dengan-255-siswa-muslim-dan-16-katolik/ sebelum lanjut membaca tulisan ini).

Dalam sebuah acara pengikraran kaul pertama empat suster dari Kongregasi Suster-Suster Santo Dominikus (OP) di Baciro, Yogyakarta, 2 Juli 2015, Paul C Pati dari PEN@ Katolik menemui Hasan yang sedang praktek kerja nyata (PKN) di sebuah hotel bintang lima di kota itu.

Hasan, yang masih mendapat beasiswa yang dikelola Suster Gaby OP, datang ke situ untuk menemui suster itu. Hasan adalah satu dari tiga anak dari sebuah keluarga kurang mampu di Majenang yang mendapat beasiswa lewat suster itu. Dua lainnya adalah kakaknya dan adik kembarnya.

Setelah menerima Hasan untuk program beasiswa, atas rujukan seorang guru yang Muslim, dan setelah melihat “nilai baik” Hasan saat membantu mengerjakan berbagai pekerjaan di Susteran OP di Majenang, Suster Gaby pun mengunjungi keluarganya dan melihat suasana rumahnya.

Terpanggil untuk memberikan tempat tinggal lebih layak, suster mencari donatur untuk pembangunan rumah mereka. Dua pastor dari Indonesia dan seorang Australia lalu memberi sumbangan. Setelah tanah dibeli dengan uang itu, Hasan membeli bahan bangunan dengan uang tabungan hasil kerja dan adik kembarnya membeli keramik. Genteng diambil dari susteran.

“Luar biasa. Aku tidak menyangka bisa kuliah dan sekarang bekerja di sebuah hotel bintang lima di Yogyakarta,” kata Hasan, mahasiswa sebuah akademi perhotelan, yang bercita-cita menjadi pekerja di kapal pesiar. Di Yogyakarta, Hasan tinggal di rumah keluarga dari Suster Gaby.

Berikut wawancara dengan Hasan, yang akan genap berusia 20 tahun tanggal 17 Agustus 2015.

PEN@ Katolik: Sejak kapan Anda mengenal Suster Gaby?

HASAN: Aku kenal Suster Gaby OP waktu suster itu memberi pelatihan dan motivasi menjelang ujian SMP Yos Sudarso Majenang. Namun, saat pertama mengenal suster itu aku takut bertemu suster itu, karena sejak awal dan selama belajar di SMK Yos Sudarso Majenang, aku lihat suster itu tegas, disiplin dan blak-blakan. Kalau ngak suka, suster itu langsung bilang tidak suka.

Apakah benar Anda mendapat beasiswa dari Suster Gaby?

Benar. Aku dibantu suster sejak kelas III SMP. Waktu itu suster membayar banyak tagihan agar bisa bawa pulang ijazah saya. Aku pun tidak perlu bekerja sebagai tukang batu di Jakarta, seperti yang saya rencanakan, untuk membayar semua itu. Sejak itu aku mendapatkan semuanya secara gratis dari suster, hingga lulus SMK, bahkan hingga kuliah saat ini.

Terima kasih untuk bantuan suster, dan terima kasih untuk banyak donatur, yang belum pernah aku temui, yang terus membantu saya lewat Suster Gaby. Aku sangat gembira, karena sungguh tidak menyangka bisa masuk hotel. Seperti mimpi, aku bisa bekerja di hotel bintang lima. Maka aku sangat berterima kasih. Aku ngak nyangka.

Padahal di sisi lain, aku merasa tidak enak karena Suster Gaby mau membantu kami bertiga, aku, kakakku dan saudara kembarku. Ibuku mengandung empat kali, tiga kakakku dan saya bersama kembaranku. Sementara itu, orangtuaku kuatir apakah suster bisa terus membantu sampai lulus, karena mengetahui bahwa suster itu bisa berpindah-pindah tempat kerjanya. Ternyata bisa. Meski suster sekarang sudah pindah ke Cirebon, kami bisa dibiayai belajar di perguruan tinggi.

Apa sebenarnya pekerjaan orangtuamu?

Orangtuaku buruh tani. Ibuku kerja ikut orang memetik kangkung. Pendapatannya paling 20 ribu rupiah per hari. Dia berangkat memetik kangkung pukul 10 malam dan kembali pukul 6 pagi. Bapakku juga buruh tani. Dia bekerja di sawah orang.

Ceritakan bagaimana suster membantu kakakmu!

Ketika tamat SMP, kakakku berhenti sekolah selama tiga tahun dan bekerja di bengkel. Sebenarnya dia malu saat menerima tawaran dari Suster Gaby, karena suster sudah membiayai aku dan adik kembarku. Maka dia menolak. Mungkin dia minder karena sudah tua atau sudah ketinggalan ilmunya. Tapi setelah mendapat pengarahan dan masukan dari suster untuk melihat ke depan, dia kemudian sekolah. Padahal waktu itu suster hanya tinggalkan formulir dengan mengatakan “terserah mau diisi atau tidak, hidupmu ada di tanganmu.” Sekarang dia kuliah bersama saya, tapi beda departemen.

Kami bertiga belajar bersama di SMK Yos Sudarso, tapi adik kembarku sekelas di bawah saya karena waktu di SMP dia berhenti setahun dan diajak ke sawah oleh orangtua. Dia mau bersekolah lagi karena tak kuat kepanasan setiap hari di sawah, sedangkan aku ke sawah sebentar saja setelah pulang sekolah.

Apakah masih takut kepada Suster Gaby?

Sekarang sudah tidak takut lagi. Ternyata suster itu sangat baik. Suster itu sungguh luar biasa. Semua ini bagaikan mimpi. Ngak nyangka bisa seperti ini. Suster itu baik karena apa yang dikatakan suster itu adalah kenyataan, adalah benar dan dilakukannya sendiri. Suster itu tidak membedakan agama dan ras atau suku murid-muridnya.

Apakah yang Anda pelajari dari Suster Gaby?

Sejujurnya aku belajar banyak dari Suster Gaby sejak di susteran OP Majenang. Di sana aku belajar dari mencabut rumput, belajar dari mencuci piring, belajar dari menyapu serta mengepel. Dengan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan itu, Suster Gaby membukakan wawasan saya bahwa segala sesuatu mulanya pasti tidak enak.

Selain itu, lewat pekerjaan-pekerjaan kecil itu aku belajar tentang kedisiplinan, tanggung jawab, dan terutama kejujuran. Saya belajar untuk gigih berjuang memperbaiki kehidupan keluarga.

Semangatku pun terinspirasi oleh gigihnya semangat suster. Dia luar biasa. Selama mengenalnya, aku tidak pernah melihat atau mendengar suster itu mengeluh. Sebesar apapun masalahnya, suster itu masih bisa tersenyum bahkan ketawa. Maka, kalau aku lagi kerja, aku merasa itu belum seberapa dibandingkan  suster. Kalau aku mulai mengeluh, aku ingat bahwa suster saja aja ngak pernah mengeluh. Padahal dia itu perempuan, dan aku laki-laki, aku harus lebih semangat.

Apa yang unik dari Suster Gaby?

Tidak pernah putus asa. Itu juga diajarkan kepada kita. Kalau berani mengambil keputusan harus lakukan itu, kalau sudah memiliki keinginan harus memperjuangkan impian itu. Jangan pernah putus asa.

Ada juga yang unik di sekolah. Ketika murid-murid tiba di sekolah pukul 6.30 pagi, suster sebagai kepala sekolah sudah menunggu di kelas, sedangkan guru-guru belum datang. Dia selalu menunggu para siswa datang dan mengajak salaman. Luar biasa. Suster yang menunggu dan suster yang mengajak salaman.

Suster mengajak para siswa untuk belajar sungguh-sungguh?

Ya, di kelas suster mendorong murid-murid untuk belajar sungguh-sungguh. Suster mengatakan, yang bisa merubah pola hidup seseorang adalah pendidikan. Pendidikan harus yang utama. Jadi suster mengajarkan kami untuk tekun berdoa, tekun serta gigih dan semangat dalam belajar, dan mengajak kami melayani orang lain. Sebagai makluk sosial, kata suster, kami harus menjalin relasi dengan semua orang dan jangan memandang orang lain rendah atau pun tinggi. Semua orang sama, harus berbuat baik kepada semua orang. Tak boleh pilih kasih.

Tanpa disuruh, kami pun melakukan hal itu dalam masyarakat, berbuat baik dengan semua orang yang dijumpai, memberi bantuan tenaga kepada yang membutuhkan. Suster mengatakan, tak perlu disuruh, kalau ada orang perlu bantuan atau sedang kerepotan, kami harus membantu. Maka, kalau ada orang yang susah, aku permisi dengan mengatakan “Boleh saya bantu?” Semua diajarkan. Di susteran pun aku diajarkan cara menjawab telepon, cara makan, dan cara menggosok.

Pernah diajak suster untuk menjadi Katolik?

Belum pernah. Malah aku dimarahin kalau tidak sholat. Suster tidak punya niat untuk mengkatolikan saya. Suster mengatakan, “aku membantu orangnya bukan agamanya.” Ya, kalau ada orang berkata begitu mungkin karena dia belum tahu, maka belum memahaminya. Buktinya, aku semakin rajin sholat saat ini. Suster pernah mengatakan bahwa tujuan kita sama, namun jalan kita berbeda, saya mengambil jalan ini (Islam) dan suster mengambil jalannya sendiri (Katolik).

Angkatan saya waktu di SMK sebanyak 30 orang. Yang beragama Katolik hanya satu orang, tapi ada juga yang Protestan. Yang lain semuanya Muslim. Tapi dari yang Muslim itu tidak ada yang menjadi Katolik. Ngak ada. Ngak ada. Mereka tetap Islam, bahkan menjadi Islam yang lebih baik.

Apa yang Anda inginkan sekarang?

Sekarang aku ingin naik kapal, aku ingin berlayar. Oleh karena itu aku ambil Pariswisata Perhotelan. Maka, setelah mendapatkan pengalaman PKN di hotel ini, aku mau naik kapal pesiar.***

Hasan4

10 KOMENTAR

  1. Teruslah berkarya Sr. Geby… Tuhan memberkati. Memanusiakan manusia tanpa melihat perbedaan adalah sesuatu yang sangat mulia walaupun harus melewati aral rintangan serta perjuangan dan kerja keras. Buat Hasan… Jadilah inspirator bagi sama saudara yg belum memahami arti perbedaan dan indahnya persaudaraan. Agamamu adalah agamamu dan agamaku adalah agamaku. Persaudaraan harus tetap dipegang teguh hingga ajal menjemput.

  2. Kasih tdk mengenal batas, Kasih diciptakan untuk semua mahluk ciptaanNya.Kasih tdk mengenal perbedaan.Kasih tdk bs dibuat-buat. Kasih itu hanya bisa dilakukan oleh manusia yang bergaul intim dg Sang Maha Pengasih.

  3. memang di kristen tdk ada istilah membujuk agar masuk kristen…..belajar ..ya ….belajar…itu saja…!! wah mantab sekali suster Gaby OP…..!!! Tuhan berkati…..!!

  4. Membantu sesama tanpa memandang Suku, Ras, Warna kulit dan agama. Mari kita galakkan. Suster Gaby bisa melakukan semua itu tanpa pamrih..kita sbg Warga negara Infonesia harus bisa juga.. Walau dimulai dr hal kecil. Mari kita pupuk terus semangat persatuan jangan pernah pudar

Leave a Reply to rudysihombing Batal

Please enter your comment!
Please enter your name here