Imam Keluarga Kudus ajak semua orang lestarikan budaya agar hidup beradab

0
2687

20150702_211359

“Dengan melestarikan budaya, hidup makin beradab.” Pernyataan itu harus direnungkan bersama, bukan hanya oleh dalang, bukan hanya oleh pemerintah, bukan hanya oleh pecinta wayang, tetapi oleh semua masyarakat, kata seorang imam Misionaris Keluarga Kudus (MSF).

“Semua pihak semestinya melestarikan wayang,” kata Pastor Yohanes Berchmans Haryono MSF dalam lesehan budaya bertema “Menggali Filosofi Wayang untuk Merajut Persaudaraan Sejati” di Rumah Budaya Rejosari di Kudus, Jawa Tegah, 2 Juli 2015. Sejumlah pegiat budaya, seniman dalang, dan penabuh gamelan hadir dalam acara itu.

Di tahun 2003, UNESCO telah mengakui wayang sebagai warisan budaya bangsa Indonesia. “Ini bukan sesuatu yang mengalir begitu saja. Ini harus diperjuangkan,” kata imam itu. Hadirnya Balai Budaya Rejosari, jelasnya, dalam rangka untuk melestarikan kebudayaan termasuk wayang.

“Balai budaya ini sebagai wahana, sebagai tempat, bahkan bisa dikatakan sebagai jembatan, agar apa yang baik, nilai-nilai yang baik di dalam kehidupan, nilai-nilai keutamaan, bisa termaterialisasi. Agar bisa dijabarkan dalam kehidupan perlu jembatan. Saya berpikir, ini menjadi salah satu jembatan buat kita,” kata imam itu.

Berharap agar tempat itu menjadi oase kesenian dan kebudayaan, Pastor Haryono memberi apresiasi positif kepada para seniman dengan menyebut mereka “pejuang kebudayaan,” karena “kebudayaan kadang-kadang dilupakan, meskipun itu merupakan salah satu esensi kehidupan.” Orang yang tidak tahu kebudayaan, jelas imam itu, tidak bisa menghargai kemanusiaan.

Anggota Kongregasi Misionaris Keluarga Kudus itu juga mengamati bahwa Pantai Utara Jawa (Pantura) sangat kaya dengan kebudayaan dan kesenian. “Pantura sarat dengan begitu banyak ragam kebudayaan. Arus-arus kebudayaan begitu kaya di Pantura ini, entah dari luar, entah milik kita sendiri, entah campuran,” kata pastor yang bertugas di Paroki Yohanes Evangelista, Kudus, itu.

Dengan kekayaan budaya yang ada, menurut imam itu, diperlukan tempat bermenung, hening, berkreasi, dan berkarya. “Tempat ini juga diharapkan bisa ke sana. Kebudayaan itu sesuatu yang dalam, sesuatu yang sangat luas, sesuatu yang sangat tinggi. Memang perlu tempat untuk menggali, duduk bersama, lalu akhirnya dicintai, dihargai, dan dengan demikian saya yakin kebudayaan di Indonesia akan semakin luhur, semakin bertumbuh,” kata Pastor Haryono.

Pastor yang juga banyak berkarya dalam bidang ekologi itu berharap agar banyak orang makin tergugah untuk mencintai kebudayaan. “Dengan demikian hidup kita semakin beradab dan Pantura semakin sejahtera, beradab dan inklusif dalam hidup keagamaannya, semakin rukun, silaturahmi bersama.”

Seniman dalang wayang kulit Ki Dalang Mantep Sudarsono hadir sebagai narasumber malam itu. Dia melihat wayang bisa menjadi sarana untuk menyampaikan persaudaraan. “Dengan wayang agama apa pun masuk. Anda lihat dan rasakan ketika saya mendalang, agama apa pun  masuk, Islam ada, Hindu ada, Buddha ada, Katolik ada, Kepercayaan ada, masuk semua dalam kelir saya.”

Bagi dalang kelahiran Sukoharjo itu, semua agama sama-sama menyebarkan kebaikan. “Yang tidak baik itu orangnya. Agamanya tetap baik,” katanya. Budaya, lanjutnya, adalah suatu cita-cita yang menjabarkan keindahan, dan agama juga melalui budaya. “Kalau agama tidak pakai budaya pasti terjadi keributan,” lanjutnya.

Ki Mantep juga berharap agar semua pihak bersatu dan rukun. “Tidak hanya para seniman, tapi juga yang menghidupi budaya, termasuk lintas agama, agama apa pun,” tetesnya. (Lukas Awi Tristanto)

20150702_210738

20150702_220351

Tinggalkan Pesan

Please enter your comment!
Please enter your name here