Pukat Keuskupan Bandung lahir dan menjadi tanda solidaritas sosial Gereja

0
3265

PUKAT

Administrator Apostolik Keuskupan Bandung Mgr Ignatius Suharyo dan seluruh umat Keuskupan Bandung bergembira karena Profesional dan Usahawan Katolik (Pukat) Keuskupan Bandung berdiri di tahun Solidaritas Sosial 2013. Dengan demikian wajah Pukat Keuskupan Bandung menjadi tanda solidaritas sosial Gereja, menjadi tanda solidaritas sosial Keuskupan Bandung.

Mgr Ignatius Suharyo mengatakan hal itu dalam homili Misa Peresmian dan Pelantikan Pengurus Pukat Keuskupan Bandung di Katedral Santo Petrus Bandung tanggal 30 Oktober 2013. Vikjen Keuskupan Bandung Pastor Paulus Wirasmohadi Soerjo Pr serta Kepala Paroki Katedral Santo Petrus Bandung Pastor Leo van Beurden OSC menjadi konselebran Misa itu.

Mereka juga bergembira, lanjut Mgr Suharyo, karena peresmian Pukat Bandung tidak dilakukan dengan acara pemotongan tumpeng, tapi dalam Perayaan Ekaristi, “karena keyakinan kita bahwa kehadiran dan pelayanan Pukat Keuskupan Bandung adalah wujud dari karya agung Allah.”

Karena Pukat Keuskupan Bandung lahir di saat yang sangat bagus ketika Keuskupan Bandung merayakan Tahun Solidaritas Sosial, tegas Mgr Suharyo, “maka para pengurus yang baru dilantik hendaknya memberi wajah solidaritas sosial kepada Keuskupan Bandung.”

Untuk mengukur keberhasilan itu, Mgr Suharyo meminta pengurus untuk setiap kali bertanya apakah yang harus dikerjakan itu membuat lingkungan mereka semakin manusiawi, “karena dengan demikian akan semakin Kristiani, dan kemuliaan Allah semakin dirasakan dan semakin dialami oleh masyarakat.”

Sesudah homili, vikjen membacakan Surat Keputusan Administrator Apostolik Keuskupan Bandung tentang pengangkatan pengurus Pukat Keuskupan Bandung dan menyebut nama pengurus satu persatu. Yang disebut maju ke depan altar satu per satu, disaksikan banyak undangan dari perwakilan paroki, serta yayasan, komisi, dan biro Keuskupan Bandung, serta kelompok kategorial, biara, dan seminari.

“Apakah Saudara sekalian bersedia menerima dan melaksanakan tugas suci ini dengan ikhlas hati?” tanya Mgr Suharyo yang juga ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Uskup Agung Jakarta. “Ya, kami bersedia,” jawab para pengurus Pukat Bandung. Setelah mengajak mereka mengucapkan janji, dan mendengar janji yang mereka bacakan sambil memegang lilin bernyala, Mgr Suharyo memerciki semua pengurus dan memberkati mereka.

Administrator Apostolik Keuskupan Bandung lalu menyerahkan Surat Keputusan Pengangkatan Pengurus Pukat kepada Ketua Umum Pukat Keuskupan Bandung Robert Hadi Koeatmodjo. Dengan demikian, Pukat sudah hadir di Keuskupan Agung Jakarta, Makassar, Medan, Merauke dan Kupang, serta Keuskupan Denpasar, Larantuka, Maumere, Surabaya, Malang, Purwokerto dan Bandung.

“Kau dipanggil Tuhan, dijadikan duta, supaya hidupmu menyinarkan kasih-Nya,” terdengar lagu dari Koor Svaditra Bandung Chamber Choir pimpinan Benny PAW. Sesudahnya, pengurus yang baru dilantik menyanyikan Mars Pukat, “Bekerja dan berbuah, itulah semboyan hidupku. Dengan talenta dan karyaku, kumuliakan Yesus Tuhanku.”

Sebanyak 64 nama disebut dalam susunan pengurus, namun Robert Hadi percaya, jumlah pengurus ada 65 orang, “termasuk Yesus Kristus.” Pengurus, katanya, akan bekerja dengan spiritualitas pelayanan “Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai dan sejahtera dan yang  berguna untuk saling membangun” (Roma 14-19).

Spiritualitas pelayanan itu kemudian mereka bawa dalam talk show yang dipandu oleh Ferry Jusuf, Ketua Umum Pukat Surabaya dan pembicara  adalah Robert Hadi dan Ketua Umum Pukat Nasional Michael Utama Purnama. Acara dimulai dengan penyerahan vandel Pukat Keuskupan Bandung dari Michael Utama kepada Robert Hadi.

Juga berbicara dalam talk show yang diisi tanya jawab itu adalah Mgr Suharyo, Pastor Wirasmohadi Soerjo, Agus Suherman dari Pukat Jakarta, dan perintis bisnis factory outlet di Bandung yang juga penasehat pemberdayaan ekonomi dan politik Pukat Bandung, Perry Tristianto.

Dalam talk show , Robert Hadi menegaskan bahwa Pukat Bandung akan menangani tiga subjek pertama untuk solidaritas sosial di keuskupan itu yakni orang lanjut usia (lansia) “agar menjalani hidup dengan semangat, sehat dan bahagia,” kaum muda usia sekolah “agar dapat sekolah sampai Perguruan Tinggi dan siap menjadi pemimpin bangsa,” dan kaum muda usia kerja, “agar mau dan mampu menciptakan lapangan kerja baru guna membangun bangsa.”

Mereka bukan hanya objek tapi juga subjek, usaha-usaha Pukat Bandung akan juga melibatkan orang usia lanjut yang sudah mapan, orang muda yang mempunyai orangtua yang mampu, dan pengusaha muda yang sudah siap berwirausaha seperti beberapa orang yang tampil menjadi pembawa persembahan dalam Misa pelantikan itu.

Semangat “orang Samaria yang baik hati”, yaitu menolong, merawat, memberi santunan atau menanggung biaya sampai tuntas, tegas Robert Hadi, menjadi spirit mereka.

Michael Utama menyambut baik upaya Pukat Bandung yang akan bermitra dengan panti werdha atau panti jompo di keuskupan itu serta upaya untuk membentuk beasiswa, namun dia mengingatkan untuk tidak melupakan para imam diosesan yang lanjut usia.***

PUKAT